secondhand

Sejak mahasiswa, satu kebiasaanku yang mungkin bagi orang lain kurang bergengsi adalah mencari dan membeli barang second atau jelasnya barang bekas. Ini kian menjadi-jadi (kalo ndak dibilang ketagihan) disaat mulai hidup di negeri Eropa, Swedia.Belanja barang yang pertama kali di Swedia bagiku terjadi di suatu pasar tumpah tiap akhir pekan bernama Kveberg. Pasar yang diisi sebagian besar oleh imigran ini buka tiap sabtu dan minggu dari jam 8.00-15.00 menjual aneka kebutuhan, mulai dari sembako, elektronik, pakaian, sampai mainan.

Kveberg, mungkin sedikit yang tahu bahwa ditempat ini barang ditawar dan dijual dengan harga bisa sampai 10% harga normal. Ini dikarenakan untuk barang-barang tertentu merupakan barang bekas atau second. Jika beruntung, akan dapat barang second dengan harga sangat murah.

Bukti nyata dirasakan penulis saat beberapa kali membeli barang untuk pribadi maupun titipan teman. Maklum mahasiswa, dengan prinsip ekonomi kapitalis “Dengan usaha yang minimal mendapat untung sebesar-besarnya”, inilah prinsip mahasiswa rantau…hehehe.

Bisa dibayangkan, jika membeli di toko seperti di Mall (Nordstan ataupun di Frölunda Torg) harga jaket musin dingin rata-rata diatas 1000 SEK (1 SEK kira-kira Rp,1400,-) ini setara dengan seperempat beasiswa bulanan. Tapi ketika di Kveberg, beruntung mendapat jaket musim dinging dengan merk “H&M” seharga tidak sampai 20 SEK atau 28 ribu. Sepatu dengan merk ternama dibungkus dengan harga 15 SEK, sweater 10-15 SEK, tak ketinggalan topi musim dingin seharga 5 SEK.

Ternyata kebiasaan mengkonsumsi barang second ini menjadi topik bahasan di salah satu mata kuliah di Chalmers, yaitu Global Chemical Sustainability. Salah satu pembahasan tentang hierarki menuju sustainable environment. Cara terbaik untuk mencapai sustainabilitas adalah dengan “reuse, reduce, recycle”.

Nah, beli barang second termasuk top of the top yaitu reuse. Reuse adalah menggunakan barang lebih dari sekali untuk fungsi yang sama. Reuce ini tanpa ada proses tambahan berbeda dengan recycle. Reuse dapat menghemat waktu, energi, bahan baku, dan tentunya uang.

Oh..ternyata apa yang kulakukan ini menjadi salah satu langkah untuk menuju perbaikan lingkungan. Jadi ingat definisi sustainable development.. “Development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs. (Brundtland, 1987)”

So…beli barang 2nd kenapa harus malu, Go Green..

NB: penulis juga sering beli barang second di http://www.blocket.se website wajib untuk cari barang second, lumayan dah dapat LCD dan HP 😀